EHT (ENERGI HIDUP TANAMAN)
EHT (ENERGI HIDUP TANAMAN)
(Oleh: SR. Pakpahan, SST)
EHT but not ETH
Bila diperhatikan gambar di atas sepertinya bumi ini sudah menjadi taman Eden yang telah ditemukan kembali setelah sekian puluh ribu tahun terhilang dari peradaban semua mahluk hidup di alam semesta ini. Bumi adalah alas berpijak bagi kaki Allah, di setiap pojok atau sudut bumi kelihatan begitu indahnya oleh warna warni tumbuh tumbuhan, bukan hanya indah tapi juga ada keharuman energi hidup sorgawi yang terpancar dari setiap mahluk hidup yang menempati tanah bumi, begitu harumnya alam semesta ini dipangkuan Allah yang membuat senang hati Allah dan bersuka cita dalam melihat ciptaanNya, tidak ada lagi mahluk yang mencemari tanah dan atmosfir bumibumini. ni
Pada gambar di atas, Air sungai yang mengalir menghantarkan zat zat hara paling esensial berupa energi hidup bagi semua tanaman sehingga membuat tanaman tumbuh subur, bongsor segar bugar dan menghasilkan cepat waktu berbuah dan buah buahnya banyak dan besar besar. Butir butiran kecil ini energi hidup tanaman (EHT) yang berbentuk bulat berwarna putih tersusun dalam kelompok-kelompok di sumber (hulu) sungai yang tersusun teratur seperti buah anggur atau seperti sarang lebah madu, berwarna putih susu, fakultatif aerob, bebas hama, tidak mengandung racun, tapi murni sebagai energi hidup yang mengalir ke dataran rendah dan diserap oleh berbagai tanaman, selain warnanya indah putih mengkilap juga beraroma harum energi sorgawi seperti diwaktu awal penciptaan dimana tanah bumi belum terkutuk alias masih terberkati Sorga Allah.
Mau tahu bagaimana cara membuat Energi Hidup Tanaman (EHT) ini?, mari kita berusaha menemukan taman Eden yang telah lama terhilang.
Bakteri Staphylococcus aureus
Sejak manusia pertama Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, maka berdampak bagi terkutuknya tanah bumi, tanah keras dan tidak subur lagi, dimana mana terdapat bakteri staphylococcus aureus (S.aureus) yang merugikan kehidupan. Bakteri ini adalah mahluk hidup yang paling banyak populasinya di muka bumi ini bila dibanding dengan populasi mahluk hidup lainnya. Mungkin bila dikumpulkan seluruh populasi S.aures dan spesies lain di bumi ini maka sebegitu lah besar dan banyaknya dosa dosa yang diperbuat oleh manusia.
Gambar di atas adalah bakteri staphylococcus aureus berwarna merah muda yang baru saya temukan jam 10.49 tanggal 24 Sept 2022 barusan saja tidak jauh beda waktunya ketika saya membuat tulisan ini, bakteri S.aureus ini tumbuh secara parasit pada inangnya bunga daun bahagia atau dieffenbachia (terutama dieffenbachia yang sudah mati). Bakteri S. aureus ini berbau harum aroma permen atau sejenisnya permen karet, diameternya besar kira-kira 0,8 - 1,4 milli meter, kayaknya ini seperti spesies baru dari Staphylococcus, soalnya setahu saya bahwa bakteri S.aureus itu berwarna dari violet abu-abu hingga ke kuning-kuningan, dan berdiameter sangat-sangat kecil.
Biasanya Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram-Positif berbentuk bulat berdiameter 0,7-1,2 μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak.
Klasifikasi Staphylococcus aureus :
Kingdom : Protozoa
Divisio : Schyzomycetes
Class : Schyzomycetes
Ordo : Eubacterialos
Family : Micrococcaceae
Genus : Staphylococcus
Species : Staphylococcus aureus (Salle, 1961)
S. aureus merupakan bakteri gram positif yang banyak ditemukan pada kulit manusia, selaput lendir pada mulut, hidung, saluran pernafasan, saluran pencernaan, selain itu juga dapat ditemukan dalam air, tanah, susu, makanan dan udara. S. aureus berbentuk bulat dan terlihat seperti untaian buah anggur ketika diamati dengan mikroskop.
S. aureus merupakan sel yang berbentuk bulat dengan ukuran diameter 0,7-1,2 mikrometer, tersusun dalam koloni yang tidak teratur (pada biakan sering terlihat kokus yang tunggal, berpasangan, tetrad, dan berbentuk rantai), S, aureus dapat tumbuh pada keadaan aerob sampai anaerob fakultatif, namun pertumbuhan yang terbaik pada kondisi aerob. Pertumbuhan optimal S. aureus terjadi pada suhu 35°C-40°C dan paling cepat pada suhu 37°C, dengan pH optimal 7,0-7,5.
S. aureus dapat memfermentasi karbohidrat antara lain : glukosa, dekstrosa, mannitol, sukrosa dan laktosa serta dapat menghasilkan asam tetapi tidak menghasilkan gas. S.aureus menghasilkan enzim koagulase dan enzim katalase yang bersifat hemolitik, mereduksi nitrat menjadi nitrit. S. aureus relative resistan terhadap pengeringan, panas (S. aureus tahan pada suhu 50°C selama 30 menit) dan NaCl 7-8%. S. aureus juga menghasilkan enterotoksin yang dalam jumlah tertentu akan meracuni tubuh dan menyebabkan gastroenteteritis atau radang mukosa usus..
Menurut Spicer (2000) S. aureus mempunyai 4 karakteristik khusus, yaitu faktor virulensi yang menyebabkan penyakit berat pada normal hast, faktor differensiasi yang menyebabkan penyakit yang berbeda pada sisi atau tempat berbeda, faktor persisten bakteri pada lingkungan dan manusia yang membawa gejala karier, dan faktor resistensi terhadap berbagai antibiotic yang sebelumnya masih efektif.
S. aureus memiliki kemampuan Quorum sensing menggunakan sinyal oligopeptida untuk memproduksi toksin dan faktor virulensi .
Menurut Warsa (1994) dalam Sri Agung. F.K. (2009), sebagian bakteri Staphylococcus merupakan flora normal pada kulit, saluran pernafasan, dan saluran pencernaan makanan pada manusia. Selain itu, bakteri ini juga ditemukan di udara dan lingkungan sekitar. S. aureus yang pathogen bersifat invasive, menyebabkan hemolisis, membentuk koagulase, dan mampu meragikan mannitol.
Menurut Sri Agung. F.K. (2009). Infeksi yang disebabkan oleh S.aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai abses bernanah. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh S.aureus diantaranya adalah bisul, jerawat, impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang lebih berat diantaranya pneumonia, mastitis, phlebitis, meningitis, infeksi saluran kemih, osteomyelitis, dan endocarditis. S. aureus juga merupakan penyebab utama infeksi nosocomial, keracunan makanan, dan sindroma syok toksik (Ryan, et. al., 1994; Warsa, 1994).
Keracunan makanan yang disebabkan oleh kontaminasi enterotoksin dari S. aureus, waktu onset dari gejala keracunan biasanya cepat dan akut, tergantung pada daya tahan tubuh dan banyaknya toksin yang termakan. Jumlah toksin yang dapat menyebabkan keracunan makanan adalah 1,0 µg/gr makanan (Sri Agung. F.K. (2009). Gejala keracunan ditandai dengan mual, muntah-muntah, dan diare yang hebat tanpa disertai demam (Ryan, et. al., 1994; Jawetz, et. al., 1995).
S. aureus akan sangat bergantung pada kepekaan setiap individu terhadap toksin, jumlah makanan tercemar yang dikonsumsi dan status kesehatan individu tersebut. Pada umumnya makanan dapat tercemar dibawah suhu 4°C. Gejala yang paling umum akibat keracunan enterotoksin adalah mual, muntah, kram pada perut (abdomen) dan diare. Pada tingkatan yang lebih parah terjadi sakit kepala, kram otot, peningkatan denyut nadi, perubahan tekanan darah dan kadang-kadang sampai pingsan. Cara untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan mengganti cairan, garam dan mineral yang hilang akibat diare dan muntah (Todar, 2005).
S. aureus dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya tersebar luas dalam jaringan dan melalui pembentukan berbagai zat ekstraseluler. Berbagai zat yang berperan sebagai faktor virulensi dapat berupa protein, termasuk enzim dan toksin, contohnya :
Katalase
Katalase merupakan enzim yang berperan pada daya tahan bakteri terhadap proses fagositosis. Tes adanya aktivitas katalase menjadi pembeda genus Staphylococcus dari Streptococcus (Ryan et al., 1994; Brooks et al., 1995).
Koagulase
Koagulase merupakan protein ekstraseluler yang dihasilkan oleh S. aureus yang dapat menggumpalkan plasma dengan bantuan faktor yang terdapat dalam serum (Fajar. B.L dan Siti Isrina. O. S, 2015). Esterase yang dihasilkan dapat meningkatkan aktivitas penggumpalan, sehingga terbentuk deposit fibrin pada permukaan sel bakteri yang dapat menghambat fagositosis (Warsa, 1994). Staphylococcus aureus mempunyai dua macam koagulase, yaitu (Sari Wijayanti, 2009) :
1) Koagulase terikat atau faktor penjendalan yang terikat pada dinding sel bakteri. Bila suspensi bakteri dicampur dengan plasma maka enzim tersebut dapat mengumpulkan fibrin yang ada di dalam plasma membentuk deposit pada permukaan selnya. Kemampuan ini diduga untuk menghindarkan sel dari serangan sel fagosit hospes. Koagulase ini dapat dideteksi dengan slide test. Tes ini dilakukan untuk uji cepat atau screening.
2) Koagulase bebas merupakan enzim ekstraseluler yang juga dapat menjendalkan fibrin. Koagulase ini dapat dideteksi dengan uji tabung yang memberikan hasil lebih baik daripada slide test (Anonim, 2006).
Hemolisin
Hemolisin merupakan toksin yang dapat membentuk suatu zona hemolisis di sekitar koloni bakteri. Hemolisin pada S. aureus terdiri dari alfa hemolisin, beta hemolisin, dan delta hemolisin. Alfa hemolisin merupakan toksin yang bertanggungjawab terhadap pembentukan zona hemolisis di sekitar koloni S. aureus pada medium darah, toksin ini dapat menyebabkan nekrosis pada kulit hewan dan manusia.
Beta hemolisin yaitu toksin yang terutama dihasilkan Staphylococcus yang di isolasi dari hewan, yang menyebabkan lisis pada sel darah merah domba dan sapi. Sedangkan delta hemolisin merupakan toksin yang dapat melisiskan sel darah merah manusia dan kelinci, tetapi efek lisisnya kurang terhadap sel darah merah domba (Warsa, 1994).
Leukosidin
Toksin ini dapat mematikan sel darah putih pada beberapa hewan. Tetapi perannya dalam pathogenesis pada manusia tidak jelas, karena Staphylococcus pathogen tidak dapat mematikan sel-sel darah putih manusia dan dapat difagositosis (Jawetz et. al., 1995).
Toksin Eksfoliatif
Toksin eksfoliatif mempunyai proteolitik dan dapat melarutkan matriks mukopolisakarida epidermis, sehingga menyebabkan pemisahan intraepithelial pada ikatan sel di stratum granulosum. Toksin eksfoliatif merupakan penyabab Staphylococcal Scalded Skin Syndrome, yang ditandai melepuhnya kulit (Warsa, 1994).
Toksin Sindrom Syok Toksik (TSST)
Sebagian besar galur S. aureus yang diisolasi dari penerita sindrom syok toksik menghasilkan eksotoksin pirogenik. Pada manusia, toksin ini dapat menyebabkan demam, syok, ruam kulit, dan gangguan multisystem organ dalam tubuh (Ryan, et al., 1994; Jawetz et al., 1995).
Enterotoksin
Enterotoksin merupakan enzim yang tahan terhadap panas dan tahan terhadap suasana basa di dalam usus. Enzim ini merupakan penyebab utama dalam keracunan di dalam usus. Enzim ini merupakan penyabab utama dalam keracunan makanan yang mengandung karbohidrat dan protein (Jawetz et al., 1995).
Resisten penisilin
Hampir semua isolat S. aureus resisten terhadap penisilin G.[2] Hal ini disebabkan oleh keberadaan enzim β-laktamase yang dapat merusak struktur β-laktam pada penisilin.[2] Untuk mengatasi hal ini, dapat digunakan penisilin yang bersifat resisten β-laktamase, contohnya nafcillin atau oksasilin.[2].
Resisten Metisilin (Methicillin-resistant S. aureus/MRSA)
Sebagian isolat S. aureus resisten terhadap methisilin karena adanya modifikasi protein pengikat penisilin.[2] Protein ini mengkode peptidoglikan transpeptidase baru yang mempunyai afinitas rendah terhadap antibiotic β-laktam, sehingga terapi β-laktam tidak responsif.[2] Salah satu contoh antibiotik yang digunakan terhadap MRSA adalah vankomisin[5]
Kontrol
Tidak ada vaksin yang efektif terhadap S. aureus.[2] Kontrol infeksi lebih ditujukan pada tindakan menjaga kebersihan, contohnya mencuci tangan.[2]
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat berdiamater 0,7-1,2μm tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37oC, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25oC). Koloni pada perbenihan padat berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik menghasilkan S.aureus yang mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis yang berperan dalam virulensi bakteri (Jawetz dkk,2008).
Morfologi Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif yang berbentuk bola dengan diameter 1 µm yang tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur. Kokus tunggal, berpasangan, tetrad, dan berbentuk rantai juga tampak dalam biakan cair (Gambar 2.2). Staphylococcus aureus bersifat nonmotil dan tidak membentuk spora. Dibawah pengaruh obat seperti penisilin, Staphylococcus aureus mengalami lisis (Brooks dkk, 2005).
Mekanisme Kerja Antibakteri
Zat antibakteri seperti kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada sel bakteri. Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel dengan unit ribosom 50 S, sehingga mencegah ikatan antara asam amino dengan ribosom. Zat antibakteri ini berikatan secara spesifik dengan akseptor (tempat ikatan awal dari amino asil t-RNA) atau pada bagian peptidil, yang merupakan tempat ikatan kritis untuk perpanjanganr antai peptida (Setiabudy dkk, 1995; Katzung, 1998).
Gambar 3 Mekanisme kerja kloramfenikol dalam sintesis protein (Katzung, 2004)
Keterangan : (1) tempat kerja kloramfenikol
Jadi bakteri Staphylococcus aureus warna merah pink dan tanaman Dieffenbachia inilah bahan utama pembuatan EHT (Energi Hidup Tanaman) yang membuat tanah bumi kembali subur terberkati, tanaman subur, bongsor segar bugar, cepat waktu berbuah banyak dan besar-besar, dan giliran berikutnya maya persada pun harum di pangkuan Allah.
Mau tahu bagaimana cara mengolahnya?, mari kita berusaha menemukan taman Eden yang telah lama terhilang.
Tanaman Dieffenbachia (bunga bahagia)
Dieffenbachia merupakan tanaman hias populer yang biasa ditanam di pekarangan. Keindahannya berasal dari bentuk tajuk dan juga warna daunnya yang bervariasi: hijau dengan bercak-bercak hijau muda atau kuning. Di kalangan penjual tanaman hias, Dieffenbachia dikenal pula sebagai daun bahagia atau bunga bahagia.
Dieffenbachia juga dikenal mudah dalam perawatan dan perbanyakannya. Tanaman ini tahan dalam ruangan meskipun untuk jangka tertentu perlu diperlakukan pula di ruang terbuka. Warna daunnya cenderung gelap bila ditempatkan dalam ruang atau di bawah naungan, tetapi menjadi terang cerah di bawah sinar matahari. Perbanyakannya umum dilakukan dengan stek.
Getah daun dan batang Dieffenbachia mengandung kalsium oksalat yang berbentuk jarum di dalam sel-selnya dan dapat menyebabkan gatal-gatal maupun kejang pada bibir dan lidah.
Meskipun setelah beberapa waktu dapat pulih kembali, gejala ini dapat menyebabkan syok, dan walaupun langka, kematian apabila kejang mengganggu saluran pernapasan. Anak-anak dan hewan peliharaan rentan akan bahaya ini.[1]
Morfologi Tanaman Dieffenbachia bowmanii
Daun bahagia (Dieffenbachia bowmanii) merupakan tanaman yang paling banyak di budidayakan sebagai bunga hias di pekarangan maupun dalam rumah. Beberapa orang menganggapnya sebagai tanaman berkelas, karena ciri daunnya berkilau dan berwarna warni. Ciri ciri tanaman daun bahagia juga bervariasi, ada yang berbentuk lanset, bulat telur, dan elips. Tanaman daun bahagia (Dieffenbachia bowmanii) terdiri dari daun dan batang (Jamuin, 2017).Tanaman daun bahagia (Dieffenbachia bowmanii) tingginya mencapai hingga 6 kaki (1,5 m) dengan daun hijau tua dan zona putih tidak teratur sepanjang vena lateral primer. Panjang daun mencapai 20 inci (47 cm). Panjang tangkai bersayap hingga 12 inci (30 cm) atau sekitar setengah dari panjang daunnya. Diameter batangnya berdiameter 1-3 cm (Gambar 2.1).Tanaman daun bahagia (Dieffenbachia bowmanii) merupakan tanaman yang memiliki biji tunggal dan memiliki perakaran yang serabut. Fungsi utama akar adalah untuk menyerap air dan mencari zat nutrisi yang ada dalam tanah. Akar tanaman ini berwarna putih dan berair. Batang berwarna putih, hijau, dan berwarna kemerahan, selain itu batang berbuku-buku, berair dan tidak berkayu. Daun tanaman daun bahagia berbentuk oval tidak beraturan, bagian pangkal ujung lancip dengan tekstur kaku, berwarna hijau, kemerahan, bercak/corak putih adapun warna lainnya tergantung dengan spesiesnya. Selain itu, daun memiliki tangkai panjang dibandingkan dengan permukaan daun (Fredikurniawan, 2017).
Alkaloid merupakan golongan zat aktif tumbuhan sekunder yang terbesar yang ditemukan di alam. Zat aktif Alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan yang tersebar luas dalam berbagai macam tumbuhan. Hampir semua alkaloid yang ditemukan mempunyai keaktifan biologis tertentu, ada yang beracun tetapi ada juga yang berguna untuk pengobatan. Misalnya kuinin, morfin dan stiknin ialah alkaloid yang mempunyai efek psikologis. Pada umumnya alkaloid dapat ditemukan dalam kadar yang sangat kecil dan harus dipisahkan dari zat aktif yang sulit yang berasal dari tumbuhan (Lenny, 2006).
Mau cari tahu hubungan antara tanaman Dieffenbachia dengan bakteri S. aureus?, mari kita berusaha menemukan taman Eden yang telah lama terhilang.
Hubungan Antara tanaman hias Dieffenbachia bowmanii dengan bakteri Staphylococcus aureus
Senyawa metabolit yang terdapat di dalam daun tanaman daun bahagia (Dieffenbachia bowmanii) antara lain alkaloid, saponin, fenol, flavonoid. Beberapa senyawa yang terkandung dalam daun bahagia diketahui mempunyai kemampuan sebagai antibakteri. Senyawa saponin dapat bekerja sebagai bakteriostatik dengan cara merusak membran sitoplasma (Robinson 2005 dalam Aulia, 2008). Senyawa flavonoid dapat menghambat sintesis asam nukleat, menghambat fungsi membran sitoplasma dan menghambat metabolisme energi sel (Cushine and Lamb, 2005 dalam Yuhana, 2011).
Menurut hasil penelitian (Oktavia, 2015) menunjukkan bahwa perasan daun seledri (Apium graveolens L.) juga mengandung senyawa flavonoid, saponin dan tanin yang dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus, sedangkan sampai saat ini belum diteliti bagaimana pengaruh perasan daun bahagia (Dieffenbachia bowmanii) terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus yang dapat mengakibatkan infeksi pada luka, menurut penelitian bahwa perasan daun bahagia berpengaruh terhadap menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
Staphylococcus aureus terdapat di udara, debu, limbah, air susu, pangan, peralatan makan, lingkungan, manusia, dan hewan. Bakteri ini tumbuih dengan baik dalam pangan yang mengandung protein tinggi, gula tinggi dan garam.
Manusia dan hewan adalah tempat pertumbuhan yang utama. Staphylococcus aureus ada dalam saluran hidung dan kerongkongan serta pada kulit dan rambut pada 50% atau lebih individu yang sehat sebagai floral normal. Resiko lebih tinggi terjadi pada mereka yang sering berhubungan dengan individu yang sakit atau kontak dengan lingkungan rumah sakit (SNI 7388: 2009).
Sumber utama infeksi Staphylococcus aureus adalah lesi terbuka, barangbarang yang terkontaminasi lesi tersebut, serta saluran nafas dan kulit manusia. Infeksi lokal Staphylococcus aureus tampak sebagai jerawat atau abses. Biasanya terjadi reaksi radang yang berlangsung hebat, terlokalisasi, dan nyeri yang membentuk supurasi sentral. Infeksi Staphylococcus aureus juga dapat terjadi akibat kontaminasi langsung pada luka. Jika Staphylococcus aureus menyebar luas dan terjadi bakteremia, dapat terjdi endokarditis, osteomielitis hematogen akut, meningitis, atau infeksi paru. (Jawetz , dkk, 2008).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menaggulangi kasus patogenesis dari bakteri Staphylococcus aureus salah satunya pemberian antibiotik, namun pemberian antibiotik yang terlalu berlebih justru akan meningkatkan kekebalan dari bakteri tersebut, oleh karena itu banyak peneliti menggunakan berbagai organisme baik dari hewan maupun tumbuhan untuk penyembuhan berbagai macam penyakit dalam pengobatan secara tradisional. Pemanfaatan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia akhir-akhir ini meningkat. Penggunaan obat tradisional dinilai memiliki efek samping yang lebih kecil dibandingkan dengan obat yang berasal dari bahan kimia, disamping itu harganya juga lebih terjangkau. Keuntungan lain penggunaan obat tradisional adalah bahan bakunya mudah diperoleh dan harganya yang relatif murah (Putri, 2010).
Bahan bersifat antibakteri yang bisa diperoleh dari alam. Salah satunya adalah tanaman hias daun bahagia. Nama ilmiahnya adalah Dieffenbachia bowmanii, Tanaman yang satu ini paling banyak dibudidayakan sebagai bunga hias dipekarangan maupun dalam rumah. Beberapa orang menganggapnya sebagai tanaman berkelas karena ciri daun berkilau dan berwarna warni. Walaupun sangat dianjurkan untuk tidak mengkonsumsinya, karena mengandung racun berbahaya, tetapi ada beberapa manfaat daun bahagia yang bisa dirasakan untuk kesehatan.
Daun bahagia dapat meningkatkan iklim dalam ruangan, dan mampu mengurangi jumlah bakteri di dalam ruangan, mampu menonaktifkan bakteri S. aureus dan beberapa mikroorganisme lainnya (Jamuin, 2017).
Hubungan kandungan kimia Daun bahagia tethadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
Daun bahagia memiliki beberapa zat antibakteri diantaranya adalah plavonoid, saponin dan alkaloid. Flavonoid merupakan senyawa polar yang umumnya mudah larut dalam pelarut polar seperti etanol, methanol, butanol, aseton, dan lain-lan. Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol, senyawa fenol mempunyai sifat efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri, dan jamur (Nurachman, 2002). Fenol merupakan suatu alkohol yang bersifat asam sehingga disebut juga asam karbolat. Fenol memiliki kemampuan untuk mendenaturasi protein dan karena flavonoid bersifat lipofilik, dia mampu merusak membran sel, menghambat sintesis protein, dan asam nukleat, serta menghambat sintesis dinding sel.
Sedangkan Saponin menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba dengan cara berinteraksi dengan membran sterol. Efek utama saponin terhadap bakteri adalah pelepasan protein dan enzim dari dalam sel-sel (Kaswan,2013).
Menurut Samsumaharto dan Sari (2011) Saponin dapat bekerja sebagai antibakteri dengan cara merusak membran sitoplasma dan membunuh sel. Saponin dapat menyebabkan denaturasi protein sehingga membrane sel akan rusak dan lisis (Siswandono dan Soekarjo, 1995).
Antosianin sendiri merupakan sub-tipe senyawa organik dari keluarga flavonoid, dan merupakan salah satu golongan pilifenol (Karnjanawipagul dkk, 2010). Menurut Wrolstad (2001), antosianin selain sebagai antioksidan yang baik juga dapat berperan sebagai antiviral dan anti mikroba.
Kamperol merupakan flavonoid golongan flavon yang memiliki potensi sebagai antioksidan dan antibakteri.
Menurut Robinson (1995) flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara mengikat protein bakteri sehingga menghambat aktivitas enzim yang pada akhirnya mengganggu proses metabolisme bakteri.
Tinjauan Tentang Ekstrak dan Macam-macam Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati ataupun hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian pelarut diuapkan dan massa yang yang tersisad diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2000). Ekstrak mempunyai kelebihan yaitu hasilnya akurat, hasil ekstraksinya bisa bertahan selama ± 1-2 bulan, selain kelebihan ekstrak juga mempunyai kekurangan yaitu prosesnya lama, biayanya cukup mahal.
Ekstrak berdasarkan sifatnya menurut Depkes RI (1979) dapat dibagi enjadi 4 yaitu : (1) ekstrak encer, sediaan yang masih dapat dituang. (2) ekstrak kental, sediaan yang tidak dapat dituang dan memiliki kadar air 30%. (3) ekstrak kering, sediaan yang berbentuk serbuk, dibuat dari ekstrak tumbuhan yang diperoleh dari penguapan bahan pelarut. (4) ekstrak cair, mengandung simplisia nabati yang mengandung etanol sebagai bahan pengawet.
Pengeringan dan pembuatan serbuk halus daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni)
Alat yang digunakan : Gunting, kain atau lap, ayakan kasa dan kantong plastik
Bahan yang digunakan : Daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni)
Prosedur Kerja :
(1) Diambil daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni) yang masih segar dengan menggunakan pisau dari sebuah tanaman bahagia..
(2) Dikumpulkan daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni) tersebut sebanyak 3 kg.
(3) Dibersihkan daun dari kotoran residu yang menempel dengan air, lalu dilap dengan kain.
(4) Menimbang berat awal daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni )
(5) Memotong daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni) menggunakan gunting menjadi berukuran 4-5 cm2 dan disebarkan diatas glangsing secara merata.
(6) Mengeringkan daun bahagia di bawah sinar matahari selama ± 5 hari. Proses pengeringan ditandai dengan daunnya sudah bisa diremah, mudah dipatahkan, warnanya coklat tua dan mudah dihancurkan. Setelah ± 5 hari, daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni) ditimbang kembali. Lalu dicatat berat setelah pengeringan, sehingga didapatkan persentase kadar air dari daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni).
Persentase kadar air daun bahagia dihitung menggunakan rumus menurut Handayani (2016) :
% Kadar air daun rambutan = (W1 – W2) / W1 x 100%
Keterangan :
W1 = Berat daun bahagia sebelum pengeringan (gram)
W2 = berat daun bahagia setelah pengeringan (gram)
% Kadar air daun bahagia = (W1 – W2) / W1 x 100%
= (3000 gram – 1400 gram) / 3000 gram x 100%
= 53,33%
(7) Menghaluskan daun bahagia dengan menggunakan blender sampai halus, kemudian diayak sehingga didapatkan serbuk halus daun bahagia seperti kanji.
Ekstraksi daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni) dengan metode maserasi
Alat yang digunakan :Bejana atau wadah tertutup, batang pengaduk, vacuum rotary evaporatory, corong kaca, kertas saring.
Bahan yang digunakan : Serbuk halus daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni), etanol 96%
Prosedur Kerja :
(1) Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
(2) Mencampurkan serbuk daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni) dengan pelarut etanol 96% ± 5 liter. Perendaman dilakukan selama 3 hari secara bertahap.
(3) Hari pertama merendam serbuk simplisia dengan 2400 ml etanol 96% selama 1x24 jam sesekali diaduk. Setelah 1x24 jam sampel yang diperoleh dalam bentuk filtrat dan supernatan. Memisahkan supernatan dan filtrat menggunakan corong kaca yang dilapisi kertas saring dan menyimpan hasil supernatan.
(4) Hari kedua melakukan perendaman filtrat kembali dengan 1300 ml etanol 96% selama 1x24 jam dan sesekali diaduk. Lalu memisahkan filtrat dan supernatan menggunakan corong kaca yang dilapisi kertas saring dan menyimpan hasil supernatan.
(5) Hari ketiga melakukan perendaman filtrat kembali dengan 1300 ml etanol 96% selama 1x24 jam dan sesekali diaduk. Lalu memisahkan filtrat dan supernatan menggunakan corong kaca yang dilapisi kertas saring.
(6) Menyatukan hasil supernatan pertama dan supernatan kedua, dan ketiga kemudian menyaring kembali dengan corong kaca yang dilapisi kertas saring agar filtrat benar-benar terpisah.
(7) Menguapkan supernatan hasil maserasi menggunakan vacuum rotary evaporator dengan kecepatan 180 rpm pada suhu 500C.
Pembuatan konsentrasi larutan ekstrak daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni)
Alat yang digunakan : Pipet pasteur, pipet ukur, filler, gelas kimia, gelas ukur
Bahan yang digunakan : Ekstrak kental daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni), aquadest
Prosedur Kerja :
(1) Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan.
(2) Konsentrasi larutan ekstrak daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni) 0%. Memipet 30 ml aquadest tanpa diberi ekstrak daun bahagia (Diieffenbachia bowmanni).
(3) Konsentrasi larutan ekstrak daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni) 50%. Memipet 15 ml ekstrak daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni), lalu menambahkan aquadest sebanyak 15 ml, kemudian mengocoknya hingga homogen.
(4) Konsentrasi larutan ekstrak daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni) 100%. Memipet 30 ml ekstrak daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni) tanpa pemberian aquadest.
Metode Ekstraksi Ultrasonik
Optimasi ekstraksi dapat dilakukan dengan metode ekstraksi ultrasonik. Metode ultrasonik menggunakan gelombang ultrasonik yaitu gelombang akustik dengan frekuensi lebih besar dari 16-20 kHz (Handayani, Sriherfyna, & Yunianta, 2016).
Dibandingkan dengan ekstraksi termal atau ekstraksi konvensional, metode ekstraksi ini lebih aman, lebih singkat dan meningkatkan jumlah rendemen kasar. Ultrasonik juga dapat menurunkan suhu operasi pada ekstrak yang tidak tahan panas, sehingga cocok untuk diterapkan pada ekstraksi senyawa bioaktif tidak tahan panas (Handayani et al., 2016).
Ektraksi menggunakan metode ekstraksi ultrasonik biasanya untuk membantu mempercepat ekstraksi, serta dilanjutkan dengan pemurnian menggunkan rotary vakum filter selama kurang lebih 1 jam. Seperti pada ektraksi daun tanaman tuba ini digunakan sebanyak 10 gram serbuk akar tuba kering dengan ukuran 70 mesh, semakin kecil ukuran serbuk maka akan mempermudah penyerapan pelarut etanol/metanol dalam ekstrak.
Detoksifikasi pada Staphylococcus aureus
Bakteri S. aureus yang hidup bentuknya tampak masih bulat, tapi bila ia sudah tidak beracun lagi maka tampak seperti kembang bunga matahari di atas permukaan air.
Pergi ke Bumen hendak berkebun bunga dieffenbachia, Mari jadikan bumi seperti sorga agar hidup bahagia.
Bersambung....Ke HUBUNGAN TANAMAN DIEFFENBACHIA DENGAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS


.jpeg)







Comments
Post a Comment