EHT (ENERGI HIDUP TANAMAN)

 EHT (ENERGI HIDUP TANAMAN) 

(Oleh: SR. Pakpahan, SST) 


EHT but not ETH


Bila diperhatikan gambar di atas sepertinya bumi ini sudah menjadi taman Eden yang telah ditemukan kembali setelah sekian puluh ribu tahun terhilang dari peradaban semua mahluk hidup di alam semesta ini. Bumi adalah alas berpijak bagi kaki Allah, di setiap pojok atau sudut bumi kelihatan begitu indahnya oleh warna warni tumbuh tumbuhan, bukan hanya indah tapi juga ada keharuman energi hidup sorgawi yang terpancar dari setiap mahluk hidup yang menempati tanah bumi, begitu harumnya alam semesta ini dipangkuan Allah yang membuat senang hati Allah dan bersuka cita dalam melihat ciptaanNya, tidak ada lagi mahluk yang mencemari tanah dan atmosfir bumibumini. ni

Pada gambar di atas, Air sungai yang mengalir menghantarkan zat zat hara paling esensial berupa energi hidup bagi semua tanaman sehingga membuat tanaman tumbuh subur, bongsor segar bugar dan menghasilkan cepat waktu berbuah dan buah buahnya banyak dan besar besar. Butir butiran kecil ini energi hidup tanaman (EHT) yang berbentuk bulat berwarna putih tersusun dalam kelompok-kelompok di sumber (hulu) sungai yang tersusun teratur seperti buah anggur atau seperti sarang lebah madu, berwarna putih susu, fakultatif aerob, bebas hama, tidak mengandung racun, tapi murni sebagai energi hidup yang mengalir ke dataran rendah dan diserap oleh berbagai tanaman, selain warnanya indah putih mengkilap juga beraroma harum energi sorgawi seperti diwaktu awal penciptaan dimana tanah bumi belum terkutuk alias masih terberkati Sorga Allah. 

Mau tahu bagaimana cara membuat Energi Hidup Tanaman (EHT) ini?, mari kita berusaha menemukan taman Eden yang telah lama terhilang. 

Bakteri Staphylococcus aureus

Sejak manusia pertama Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, maka berdampak bagi terkutuknya tanah bumi, tanah keras dan tidak subur lagi, dimana mana terdapat bakteri staphylococcus aureus (S.aureus) yang merugikan kehidupan. Bakteri ini adalah mahluk hidup yang paling banyak populasinya di muka bumi ini bila dibanding dengan populasi mahluk hidup lainnya. Mungkin bila dikumpulkan seluruh populasi S.aures dan spesies lain di bumi ini maka sebegitu lah besar dan banyaknya dosa dosa yang diperbuat oleh manusia. 


Gambar di atas adalah bakteri staphylococcus aureus berwarna merah muda yang baru saya temukan jam 10.49 tanggal 24 Sept 2022 barusan saja tidak jauh beda waktunya ketika saya membuat tulisan ini, bakteri S.aureus ini tumbuh secara parasit pada inangnya bunga daun bahagia atau dieffenbachia (terutama dieffenbachia yang sudah mati). Bakteri S. aureus ini berbau harum aroma permen atau sejenisnya permen karet,  diameternya besar kira-kira 0,8 - 1,4 milli meter, kayaknya ini seperti spesies baru dari Staphylococcus, soalnya setahu saya bahwa bakteri S.aureus itu berwarna dari violet abu-abu hingga ke kuning-kuningan, dan berdiameter sangat-sangat kecil.  

Biasanya Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram-Positif berbentuk bulat berdiameter 0,7-1,2 μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak.


Klasifikasi Staphylococcus aureus :

Kingdom  : Protozoa

Divisio      : Schyzomycetes

Class         : Schyzomycetes

Ordo         : Eubacterialos

Family      : Micrococcaceae

Genus       : Staphylococcus

Species     : Staphylococcus aureus (Salle, 1961)


S. aureus merupakan bakteri gram positif yang banyak ditemukan pada kulit manusia, selaput lendir pada mulut, hidung, saluran pernafasan, saluran pencernaan, selain itu juga dapat ditemukan dalam air, tanah, susu, makanan dan udara. S. aureus berbentuk bulat dan terlihat seperti untaian buah anggur ketika diamati dengan mikroskop.

S. aureus merupakan sel yang berbentuk bulat dengan ukuran diameter 0,7-1,2 mikrometer, tersusun dalam koloni yang tidak teratur (pada biakan sering terlihat kokus yang tunggal, berpasangan, tetrad, dan berbentuk rantai), S, aureus dapat tumbuh pada keadaan aerob sampai anaerob fakultatif, namun pertumbuhan yang terbaik pada kondisi aerob. Pertumbuhan optimal S. aureus terjadi pada suhu 35°C-40°C dan paling cepat pada suhu 37°C, dengan pH optimal 7,0-7,5.

S. aureus dapat memfermentasi karbohidrat antara lain : glukosa, dekstrosa, mannitol, sukrosa dan laktosa serta dapat menghasilkan asam tetapi tidak menghasilkan gas. S.aureus menghasilkan enzim koagulase dan enzim katalase yang bersifat hemolitik, mereduksi nitrat menjadi nitrit. S. aureus relative resistan terhadap pengeringan, panas (S. aureus tahan pada suhu 50°C selama 30 menit) dan NaCl 7-8%.  S. aureus juga menghasilkan enterotoksin yang dalam jumlah tertentu akan meracuni tubuh dan menyebabkan gastroenteteritis atau radang mukosa usus..

Menurut Spicer (2000) S. aureus mempunyai 4 karakteristik khusus, yaitu faktor virulensi yang menyebabkan penyakit berat pada normal hast, faktor differensiasi yang menyebabkan penyakit yang berbeda pada sisi atau tempat berbeda, faktor persisten bakteri pada lingkungan dan manusia yang membawa gejala karier, dan faktor resistensi terhadap berbagai antibiotic yang sebelumnya masih efektif.

S. aureus memiliki kemampuan Quorum sensing menggunakan sinyal oligopeptida untuk memproduksi toksin dan faktor virulensi .

Menurut Warsa (1994) dalam Sri Agung. F.K. (2009), sebagian bakteri Staphylococcus merupakan flora normal pada kulit, saluran pernafasan, dan saluran pencernaan makanan pada manusia. Selain itu, bakteri ini juga ditemukan di udara dan lingkungan sekitar. S. aureus yang pathogen bersifat invasive, menyebabkan hemolisis, membentuk koagulase, dan mampu meragikan mannitol.

Menurut Sri Agung. F.K. (2009). Infeksi yang disebabkan oleh S.aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai abses bernanah. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh S.aureus diantaranya adalah bisul, jerawat, impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang lebih berat diantaranya pneumonia, mastitis, phlebitis, meningitis, infeksi saluran kemih, osteomyelitis, dan endocarditis. S. aureus juga merupakan penyebab utama infeksi nosocomial, keracunan makanan, dan sindroma syok toksik (Ryan, et. al., 1994; Warsa, 1994).

Keracunan makanan yang disebabkan oleh kontaminasi enterotoksin dari S. aureus, waktu onset dari gejala keracunan biasanya cepat dan akut, tergantung pada daya tahan tubuh dan banyaknya toksin yang termakan. Jumlah toksin yang dapat menyebabkan keracunan makanan adalah 1,0 µg/gr makanan (Sri Agung. F.K. (2009). Gejala keracunan ditandai dengan mual, muntah-muntah, dan diare yang hebat tanpa disertai demam (Ryan, et. al., 1994; Jawetz, et. al., 1995).

S. aureus akan sangat bergantung pada kepekaan setiap individu terhadap toksin, jumlah makanan tercemar yang dikonsumsi dan status kesehatan individu tersebut. Pada umumnya makanan dapat tercemar dibawah suhu 4°C. Gejala yang paling umum akibat keracunan enterotoksin adalah mual, muntah, kram pada perut (abdomen) dan diare. Pada tingkatan yang lebih parah terjadi sakit kepala, kram otot, peningkatan denyut nadi, perubahan tekanan darah dan kadang-kadang sampai pingsan. Cara untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan mengganti cairan, garam dan mineral yang hilang akibat diare dan muntah (Todar, 2005).

S. aureus dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya tersebar luas dalam jaringan dan melalui pembentukan berbagai zat ekstraseluler. Berbagai zat yang berperan sebagai faktor virulensi dapat berupa protein, termasuk enzim dan toksin, contohnya :

Katalase

Sunting

Katalase merupakan enzim yang berperan pada daya tahan bakteri terhadap proses fagositosis. Tes adanya aktivitas katalase menjadi pembeda genus Staphylococcus dari Streptococcus (Ryan et al., 1994; Brooks et al., 1995).

KoagulaseSunting

Koagulase merupakan protein ekstraseluler yang dihasilkan oleh S. aureus yang dapat menggumpalkan plasma dengan bantuan faktor yang terdapat dalam serum (Fajar. B.L dan Siti Isrina. O. S, 2015). Esterase yang dihasilkan dapat meningkatkan aktivitas penggumpalan, sehingga terbentuk deposit fibrin pada permukaan sel bakteri yang dapat menghambat fagositosis (Warsa, 1994). Staphylococcus aureus mempunyai dua macam koagulase, yaitu (Sari Wijayanti, 2009) :

1)      Koagulase terikat atau faktor penjendalan yang terikat pada dinding sel bakteri. Bila suspensi bakteri dicampur dengan plasma maka enzim tersebut dapat mengumpulkan fibrin yang ada di dalam plasma membentuk deposit pada permukaan selnya. Kemampuan ini diduga untuk menghindarkan sel dari serangan sel fagosit hospes. Koagulase ini dapat dideteksi dengan slide test. Tes ini dilakukan untuk uji cepat atau screening.

2)      Koagulase bebas merupakan enzim ekstraseluler yang juga dapat menjendalkan fibrin. Koagulase ini dapat dideteksi dengan uji tabung yang memberikan hasil lebih baik daripada slide test (Anonim, 2006).

HemolisinSunting

Hemolisin merupakan toksin yang dapat membentuk suatu zona hemolisis di sekitar koloni bakteri. Hemolisin pada S. aureus terdiri dari alfa hemolisin, beta hemolisin, dan delta hemolisin. Alfa hemolisin merupakan toksin yang bertanggungjawab terhadap pembentukan zona hemolisis di sekitar koloni S. aureus pada medium darah, toksin ini dapat menyebabkan nekrosis pada kulit hewan dan manusia.

Beta hemolisin yaitu toksin yang terutama dihasilkan Staphylococcus yang di isolasi dari hewan, yang menyebabkan lisis pada sel darah merah domba dan sapi. Sedangkan delta hemolisin merupakan toksin yang dapat melisiskan sel darah merah manusia dan kelinci, tetapi efek lisisnya kurang terhadap sel darah merah domba (Warsa, 1994).

LeukosidinSunting

Toksin ini dapat mematikan sel darah putih pada beberapa hewan. Tetapi perannya dalam pathogenesis pada manusia tidak jelas, karena Staphylococcus pathogen tidak dapat mematikan sel-sel darah putih manusia dan dapat difagositosis (Jawetz et. al., 1995).

Toksin EksfoliatifSunting

Toksin eksfoliatif mempunyai proteolitik dan dapat melarutkan matriks mukopolisakarida epidermis, sehingga menyebabkan pemisahan intraepithelial pada ikatan sel di stratum granulosum. Toksin eksfoliatif merupakan penyabab Staphylococcal Scalded Skin Syndrome, yang ditandai melepuhnya kulit (Warsa, 1994).

Toksin Sindrom Syok Toksik (TSST)Sunting

Sebagian besar galur S. aureus yang diisolasi dari penerita sindrom syok toksik menghasilkan eksotoksin pirogenik. Pada manusia, toksin ini dapat menyebabkan demam, syok, ruam kulit, dan gangguan multisystem organ dalam tubuh (Ryan, et al., 1994; Jawetz et al., 1995).

EnterotoksinSunting

Enterotoksin merupakan enzim yang tahan terhadap panas dan tahan terhadap suasana basa di dalam usus. Enzim ini merupakan penyebab utama dalam keracunan di dalam usus. Enzim ini merupakan penyabab utama dalam keracunan makanan yang mengandung karbohidrat dan protein (Jawetz et al., 1995).

Resisten penisilinSunting

Hampir semua isolat S. aureus resisten terhadap penisilin G.[2] Hal ini disebabkan oleh keberadaan enzim β-laktamase yang dapat merusak struktur β-laktam pada penisilin.[2] Untuk mengatasi hal ini, dapat digunakan penisilin yang bersifat resisten β-laktamase, contohnya nafcillin atau oksasilin.[2].

Resisten Metisilin (Methicillin-resistant S. aureus/MRSA)Sunting

Sebagian isolat S. aureus resisten terhadap methisilin karena adanya modifikasi protein pengikat penisilin.[2] Protein ini mengkode peptidoglikan transpeptidase baru yang mempunyai afinitas rendah terhadap antibiotic β-laktam, sehingga terapi β-laktam tidak responsif.[2] Salah satu contoh antibiotik yang digunakan terhadap MRSA adalah vankomisin[5]

KontrolSunting

Tidak ada vaksin yang efektif terhadap S. aureus.[2] Kontrol infeksi lebih ditujukan pada tindakan menjaga kebersihan, contohnya mencuci tangan.[2]


Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat berdiamater 0,7-1,2μm tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37oC, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25oC). Koloni pada perbenihan padat berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik menghasilkan S.aureus yang mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis yang berperan dalam virulensi bakteri (Jawetz dkk,2008).

Morfologi Staphylococcus aureus

 Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif yang berbentuk bola dengan diameter 1 µm yang tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur. Kokus tunggal, berpasangan, tetrad, dan berbentuk rantai juga tampak dalam biakan cair (Gambar 2.2). Staphylococcus aureus bersifat nonmotil dan tidak membentuk spora. Dibawah pengaruh obat seperti penisilin, Staphylococcus aureus mengalami lisis (Brooks dkk, 2005).

Sifat Biakan Staphylococcus aureus

Staphylococcus tumbuh dengan baik pada berbagai media bakteriologi dibawah suasana aerobic atau mikroaerofilik. Tumbuh dengan cepat pada temperatur 37ºC namun pembentukan pigmen yang terbaik adalah pada 
temperature kamar (20-35ºC). Koloni media yang padat berbentuk bulat, lembut dan mengkilat. Tidak ada pigmen yang dihasilkan pada media cair. Staphylococcus aureus relatif resisten terhadap pengeringan, panas (bakteri ini tahan terhadap suhu 50o C selama 30 menit), dan terhadap natrium klorida 9% tetapi mudah dihambat oleh zat-zat kimia tertentu, seperti heksaklorofen 3%. Pada umumnya Staphylococcus aureus dapat tumbuh dengan baik pada media perbenihan biasa dan BAP (Blood Agar Plate) (Jawetz, 2008).

Patogenesis Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus bersifat invasif, penyebab hemolisis, membentuk koagulase, mencairkan gelatin, membentuk pigmen kuning dan meragi manitol. Staphylococcus aureus menyebabkan berbagai jenis infeksi pada manusia antara lain infeksi pada kulit seperti bisul, infeksi serius seperti pneumonia arthritis 
septic dan lan-lain (Yuwono, 2012).
Menurut Mustapa (2017) Staphylococcus aureus dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya tersebar luas dalam jaringan dan melalui pembentukan berbagai zat ektraseluler. Bberbagai zat yang berperan sebagai faktor virulensi dapat berupa protein, termasuk enzim dan toksin, contohnya :
1. Katalase
Katalase adalah enzim yang berperan pada daya tahan bakteri terhadap proses fagositosis. Tes adanya aktivitas katalase menjadi pembeda genus Staphylococcus dari Streptococcus. 
2. Koagulase
Enzim ini dapat menggumpalkan plasma oksalat atau plasma sitrat, karena adanya faktor koagulase reaktif dalam serum yang bereaksi dengan enzim tersebut. Esterase yang dihasilkan dapat meningkatkan aktivitas penggumpalan, sehingga terbentuk deposit fibrin pada permukaan sel bakteri yang dapat menghambat fagositosis.
3. Hemolisin
Hemolisin merupakan toksin yang dapat membentuk suatu zona hemolisis disekitar koloni bakteri. Hemolisin pada Staphylococcus aureus terdiri dari beta hemolisin. Toksin ini dapat menyebabkan nekrosis pada kulit hewan dan manusia. Beta hemolisin adalah toksin yang terutama dihasilkan Staphylococcus yang diisolasi dari hewan, yang menyebabkan lisis pada sel darah merah domba dan sapi.
4. Leukosidin
Toksin ini dapat mematikan sel darah putih pada beberapa hewan. Tetapi peranannya dalam patogenesis pada manusia tidak jelas, karena 
Staphylococcus patogen tidak dapat mematikan sel-sel darah putih manusia dan dapat difagositosis.
5. Toksin eksfoliatif
Toksin ini mempunyai aktivitas proteolitik dan dapat melarutkan matriks mukopolisakarida epidermis, sehingga menyebabkan pemisahan 
intraepitelial pada ikatan sel di stratum granulosum. Toksin eksfoliatif merupakan penyebab Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS), yang ditandai dengan melepuhnya kulit.
6. Toksin Sindrom Syok Toksik (TSST)
Sebagian besar galur Staphylococcus aureus yang diisolasi dari penderita sindrom syok toksik menghasilkan eksotoksin pirogenik. Pada manusia, toksin ini menyebabkan demam, syok, ruam kulit, dan gangguan multisistem organ dalam tubuh.
7. Enterotoksin
Enterotoksin adalah enzim yang tahan panas dan tahan terhadap suasana basa di dalam usus. Enzim ini merupakan penyebab utama dalam keracunan makanan, terutama pada makanan yang mengandung karbohidrat dan protein.
8. Enzim 
Enzim-enzim lain yang dihasilkan oleh Staphylococcus antara lain adalah hialuronidase atau faktor penyebar Staphylokinase menyebabkan fibrinolisis tetapi bekerja jauh lebih lambat dar pada streptokinase, proteinase, lipase dan ß-laktamase (Fitriani, 2016)
9. Produk ekstraseluler dari Staphylococcus aureus. 
Staphylococcus aureus yang dengan lambat melarutkan fibrin streptokinase. Penisilin yang dapat merusak penisilin G, hialuronidase, proteinase dan lipase. 

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri 

1. Suhu
Pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi oleh suhu. Staphylococcus aureus tumbuh dengan baik pada suhu 37oC batas-batas suhu pertumbuhannya ialah 15oC dan 40oC, sedangkan suhu optimum adalah 35oC. Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri yang cukup kebal diantara mikroorganisme yang tidak berspora, tahan panas pada suhu 60oC selama 30 menit (Putri, 2015).
2. pH
Untuk pertumbuhan bakteri membutuhkan pH optimum antara 6,5 dan 7,5. pH minimum dan maksimum ialah antara 4 dan 9. Selama pertumbuhan bakteri dalam medium akan menghasilkan senyawa asam atau basa yang dapat menimbulkan perubahan pH dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Pestariati, 2007).
3. Oksigen (O2) 
Berdasarkan akan kebutuhan terhadap oksigen, bakteri dapat digolongkan menjadi : Bakteri aerob mutlak, yaitu bakteri yang untuk 
pertumbuhannya memerlukan adanya oksigen; Bakteri anaerob fakulatif yaitu bakteri yang dapat tumbuh, baik ada oksigen maupun tanpa adanya oksigen. Bakteri anaerob aerotoleran, yaitu bakteri yang tidak membutuhkan oksigen tatapi tidak mati dengan adanya oksigen. Bakteri anaerob mutlak, yaitu bakteri yang hidup bila tidak ada oksigen, dan bakteri mikroaerofilik, yaitu bakteri yang kebutuhan oksigennya rendah (Mikrobiologi FKU, 2003).
4. Media 
Pada umumnya Staphylococcus dapat tumbuh pada medium-medium yang mempunyai sifat asam. Untuk membutuhkan dan mengembangbiakan mikroba diperlukan suatu substrat yang disebut media. Media dapat dibuat dari bahan alam ataupun bahan buatan yaitu senyawa kimia organik dan anorganik (Kristiningrum, 2009).
5. Air
Semua organisme membutuhkan air untuk kehidupannya. Air berperan dalam reaksi metabolik dalam sel dan merupakan alat pengangkut zat gizi ke dalam sel atau hasil metabolik ke luar sel. Air berfungsi untuk melarutkan nutrien supaya dapat masuk ke dalam bakteri untuk proses metabolik dan pertumbuhannya (Pestariati, 2007).

Fase Pertumbuhan Bakteri

Ada 4 fase kurva pertumbuhan bakteri, yaitu :
1. Fase lag
2. Fase Log
3. Fase Stationer
4. Fase Kematian
Fase-fase tersebut mencerminkan keadaan bakteri dalam kultur pada waktu tertentu. Di antara setiap fase terdapat suatu periode peralihan dimana waktu dapat berlalu sebelum sel memasukki fase yang baru.
1. Fase lag (tenggang) atau fase penyesuaian.
Pada fase penyesuaian ini, menggambarkan sel-sel yang kekurangan metabolit dan enzim akibat adanya keadaan yang tidak menguntungkan dalam pembiakan terdahulu, menyesuaikan dengan lingkiungan barunya. Apabila sel diambil dari suatu medium yang berbeda, sel tersebut sering kali tidak dapat tumbuh dalam medium yang baru. Sehingga periode yang diperlukan bagi sel yang mengalami perubahan dalam komposisi kimiawi (mutan) untuk memperbanyak diri butuh penyesuaian yang lama.
2. Fase Logaritma atau eksponensial
Dalam fase ini, sel baru disintesis dengan kecepatan konstan dan massa meningkat secara eksponensial. Keadaan ini terus berlangsung sampai terjadinya kehabisan satu atau lebih zat gizi didalam medium, atau 
produk metabolik toksin menghambat pertumbuhan. Pada organisme aerob, nutrisi yang terbatas biasanya oksigen. Akibatnya, kecepatan pertumbuhan akan menurun kecuali jika oksigen dipaksa masuk ke dalam medium dengan cara mengaduk atau memasukkan gelembung udara. 
3. Fase statis atau stationer.
Pada fase keseimbangan ini, terjadi kehabisan zat makanan atau oenumpukkan produk toksik. Akibatnya, pertumbuhan berhenti secara menyeluruh. Tapi, pada sebagian besar kasus, terjadi pergantian sel pada fase ini, yatu kehilangan sel yang lambat akibat kematian. Apabila keadaan ini terjadi, jumlah seluruh sel akan meningkat secara lambat meskipun jumlah sel yang dapat hidup tetap konstan.
4. Fase penurunan atau kematian
Sel-sel yang berada dalam fase keseimbangan, akan mati. Kecepatan kematian menurun secara drastis, sehingga sedikit sel yang hidup dapat bertahan selama beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun. Beberapa sel dapat tumbuh dengan zat makanan yang dilepaskan dari sel yang mati dan mengalami lisis.

Cara Penularan Infeksi Staphylococcus 

Menurut Jawetz et al (2013) Cara penularan infeksi Staphylococcus tergantung pada bentuk klinis, misalnya :
1. Kontak langsung, terjadi pada peradangan yang meyerang kulit dan kuku. Penularan ini terjadi apabila kulit dalam keadaan tidak intak atau lesi.
2. Penularan lewat udara (Airborne infection).

Pengobatan

Tergantung pada gular Staphylococcus sebaiknya dilakukan tes sensitivitas, kecuali pada penderita yang dalam keadaan kritis. Untuk pengobatan dapat digunakan penisilin, obat-obatan yang tahan terhadap penisilinase, dan lain-lainnya. Pada umumnya, semua Staphylococcus sensitive terhadap vankomisin 
(Jawetz, 2013)

Aksi Obat Antimikroba 

Antibakteri adalah bahan yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba (bakteriostatik) maupun membunuh mikroba (bakterisid) (Jawetz, 2013).
Menurut (Jawetz et al., 2013) cara kerja antibakteri dalam menghambat pertumbuhan atau dalam membunuh bakteri dapat dibagi dalam lima golongan, yaitu:
1. Menghambat sintesis dinding sel mikroba. 
Dinding sel bakteri terdiri dari peptidoglikan yaitu suatu kompleks polimer mukopeptida (glikopeptida). Oleh karena tekanan osmotik dalam bakteri lebih tinggi daripada di luar sel maka kerusakan dinding sel bakteri akan menyebabkan terjadinya lisis. 
2. Mengganggu permeabilotas membran sitoplasma sel mikroba. 
Membran sitoplasma berperan mempertahankan bahan-bahan tertentu di dalam sel serta mengatur aliran keluar masuknya bahan-bahan bagi sel. Membran berfungsi memelihara integritas komponen-komponen seluler. Zat antibakteri akan menyebabkan terjadinya kerusakan pada membran sel.
Kerusakan-kerusakan pada membran ini mengakibatkan terganggunya pertumbuhan sel bahkan menyebabkan sel mati. 
3. Menghambat kerja enzim katalase.
Yaitu enzim yang mengkonversi H2O2 menjadi H2O dan O2, dan koagulase enzim yang menyebabkan fibrin berkoagulasi dan menggumpal. Koagulase diasosiasikan dengan patogenitas karena penggumpalan fibrin yang 
disebabkan oleh enzim ini terakumulasi di sekitar bakteri sehingga agen pelindung inang kesulitan mencapai bakteri dan fagositosis terhambat. 
4. Menghambat atau memodifikasi sintesis protein sel mikroba. 
Hidupnya suatu sel bergantung pula pada terpeliharanya molekul-molekul protein dan asam nukleat alamiahnya. Suatu kondisi yang mengubah keadaan ini yakni tetjadinya denaturasi protein dan asam-asam nukelat, (koagulasi dan atau timbulnya kondisi irreversible) maka sel pun mengalami kerusakan. Hal ini terjadi melaui kehadiran zat-zat kimia yang bersifat antibakteri atau kondisi suhu pada pH yang ekstrim.
5. Menghambat sintesis asam nukleat mikroba.
Proses kehidupan normal sel sangat ditentukan oleh DNA, RNA dan protein. Dengan demikian, jika terjadi gangguan terhadap sintesis komponen-komponen ini maka mengakibatkan kerusakan total sel. 

Mekanisme Kerja Antibakteri

Zat antibakteri seperti kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada sel bakteri. Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel dengan unit ribosom 50 S, sehingga mencegah ikatan antara asam amino dengan ribosom. Zat antibakteri ini berikatan secara spesifik dengan akseptor (tempat ikatan awal dari amino asil t-RNA) atau pada bagian peptidil, yang merupakan tempat ikatan kritis untuk perpanjanganr antai peptida (Setiabudy dkk, 1995; Katzung, 1998).

Gambar 3 Mekanisme kerja kloramfenikol dalam sintesis protein (Katzung, 2004)


Keterangan : (1) tempat kerja kloramfenikol


Media Pertumbuhan Bakteri

Pertumbuhan mikroorganisme membutuhkan media yang berisi zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai bagi mikroorganisme (Wilkins, 2008). Pembagian Media yaitu :
1. Menurut konsistensinya, media dapat terbagi menjadi tiga macam, yaitu media padat, media cair, media semi padat.
2. Berdasarkan sumber bahan baku yang digunakan, media dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a. Media sintetik. Bahan baku yang digunakan merupakan bahan kimia atau bahan yang bukan berasal dari alam. Pada media sintetik, kandungan dan isi bahan yang ditambahkan diketahui secara terperinci. contohnya : glukosa, kalium phosfat, magnesium fosfat.
b. Media non sintetik. Menggunakan bahan yang terdapat di alam, biasanya tidak diketahui kandungan kimiawinya secara terperinci. Contohnya: ekstrak daging, pepton (Lay, 1994).
3. Berdasarkan fungsinya media dapat dibagi menjadi:
a. Media selektif, yaitu bila media tersebut mampu menghambat satu jenis bakteri tetapi tidak menghambat yang lain.
b. Media differensial, yaitu media untuk membedakan antara beberapa jenis bakteri yang umbuh pada media biakan. Bila berbagai kelompok mikroorganisme tumbuh pada media differensial, maka dapat dibedakan kelompok mikroorganisme berdasarkan perubahan pada media biakan atau penampilan koloninya.
c. Media diperkaya yaitu media dengan menambahkan bahan-bahan khusus pada media untuk menumbuhkan mikroba yang khusus (Lay, 1994).

Jadi bakteri Staphylococcus aureus warna merah pink dan tanaman Dieffenbachia inilah bahan utama pembuatan EHT (Energi Hidup Tanaman) yang membuat tanah bumi kembali subur terberkati, tanaman subur, bongsor segar bugar, cepat waktu berbuah banyak dan besar-besar, dan giliran berikutnya maya persada pun harum di pangkuan Allah. 

Mau tahu bagaimana cara mengolahnya?, mari kita berusaha menemukan taman Eden yang telah lama terhilang. 


Tanaman Dieffenbachia (bunga bahagia) 

Dieffenbachia
Colpfl29.jpg
Dieffenbachia bowmannii
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Divisi:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Dieffenbachia
Species

Contoh: D. amoena
D. bowmanii
D. maculata
D. seguine

Dieffenbachia merupakan tanaman hias populer yang biasa ditanam di pekarangan. Keindahannya berasal dari bentuk tajuk dan juga warna daunnya yang bervariasi: hijau dengan bercak-bercak hijau muda atau kuning. Di kalangan penjual tanaman hias, Dieffenbachia dikenal pula sebagai daun bahagia atau bunga bahagia.

Dieffenbachia juga dikenal mudah dalam perawatan dan perbanyakannya. Tanaman ini tahan dalam ruangan meskipun untuk jangka tertentu perlu diperlakukan pula di ruang terbuka. Warna daunnya cenderung gelap bila ditempatkan dalam ruang atau di bawah naungan, tetapi menjadi terang cerah di bawah sinar matahari. Perbanyakannya umum dilakukan dengan stek.

Getah daun dan batang Dieffenbachia mengandung kalsium oksalat yang berbentuk jarum di dalam sel-selnya dan dapat menyebabkan gatal-gatal maupun kejang pada bibir dan lidah.

Meskipun setelah beberapa waktu dapat pulih kembali, gejala ini dapat menyebabkan syok, dan walaupun langka, kematian apabila kejang mengganggu saluran pernapasan. Anak-anak dan hewan peliharaan rentan akan bahaya ini.[1]

Morfologi Tanaman Dieffenbachia bowmanii

Daun bahagia (Dieffenbachia bowmanii) merupakan tanaman yang paling banyak di budidayakan sebagai bunga hias di pekarangan maupun dalam rumah. Beberapa orang menganggapnya sebagai tanaman berkelas, karena ciri daunnya berkilau dan berwarna warni. Ciri ciri tanaman daun bahagia juga bervariasi, ada yang berbentuk lanset, bulat telur, dan elips. Tanaman daun bahagia (Dieffenbachia bowmanii) terdiri dari daun dan batang (Jamuin, 2017).Tanaman daun bahagia (Dieffenbachia bowmanii) tingginya mencapai hingga 6 kaki (1,5 m) dengan daun hijau tua dan zona putih tidak teratur sepanjang vena lateral primer. Panjang daun mencapai 20 inci (47 cm). Panjang tangkai bersayap hingga 12 inci (30 cm) atau sekitar setengah dari panjang daunnya. Diameter batangnya berdiameter 1-3 cm (Gambar 2.1).Tanaman daun bahagia (Dieffenbachia bowmanii) merupakan tanaman yang memiliki biji tunggal dan memiliki perakaran yang serabut. Fungsi utama akar adalah untuk menyerap air dan mencari zat nutrisi yang ada dalam tanah. Akar tanaman ini berwarna putih dan berair. Batang berwarna putih, hijau, dan berwarna kemerahan, selain itu batang berbuku-buku, berair dan tidak berkayu. Daun tanaman daun bahagia berbentuk oval tidak beraturan, bagian pangkal ujung lancip dengan tekstur kaku, berwarna hijau, kemerahan, bercak/corak putih adapun warna lainnya tergantung dengan spesiesnya. Selain itu, daun memiliki tangkai panjang dibandingkan dengan permukaan daun (Fredikurniawan, 2017).


Manfaat Daun Bahagia

Manfaat daun bahagia (Dieffenbachia bowmanii) menurut (Jamuin,2017) adalah sebagai berikut : 
1. Hampir semua perabotan rumah yang terbuat dari kayu menggunakan zat Formaldehida dan zat berbahaya lainnya. Zat kimia pada furniture ternyata mengeluarkan racun di ruangan kita. Manfaat daun bahagia untuk ruangan dapat menyerap zat beracun, dan kemudian melepaskan oksigen segar.
2. Tanaman ini juga membersihkan udara dari zat Xylene, Toluene, dan zat beracun dari asap rokok.
3. Dapat menyerap zat kimia berbahaya yang berasal dari produk pembersih rumah tangga.
4. Manfaat tanaman daun bahagia (Dieffenbachia bowmanii) dapat meningkatkan iklim dalam ruangan, dan mampu mengurangi jumlah bakteri di dalam ruangan. Daun bahagia (Dieffenbachia bowmanii) menonaktifkan bakteri S. aureus dan beberapa mikroorganisme lainnya.
5. Dapat membantu penderita alergi. Karena tanaman ini dapat membuat kelembaban ruangan meningkat dan debu jauh lebih sedikit.
6. Selain itu, daun bahagia (Dieffenbachia bowmanii) mampu memancarkan energi positif yang dapat mempengaruhi aktivitas mental.
7. Daun bahagia (Dieffenbachia bowmanii) juga dapat mengurangi ionisasi udara dan mengurangi radiasi elektromagnetik yang muncul dari perangkat elektronik.

Kandungan Kimia Daun Bahagia (Dieffenbachia bowmanii)

Kandungan zat kimia pada daun bahagia (Dieffenbachia bowmanii) adalah: 
1. Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa metabolit tumbuhan yang sangat melimpah di alam. Pada tahun-tahun sebelumnya terdapat banyak 
penelitian mengenai aktifitas flavonoid sebagai agen anti-infektif serta dapat melawan patogen pada manusia dan tumbuhan (Patra, 2012). 
Mekanisme flavonoid dalam melawan bakteri yaitu dengan cara menghambat fungsi membran sitoplasma dan menghambat sintesis asam nukleat sehingga mengakibatkan terhambatnya aktivitas metabolisme bakteri.
Flavonoid adalah suatu kelompok berupa senyawa fenol yang terbesar ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru, dan sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.
Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, golongan flavonoid dapat digambarkan menjadi suatu susunan C6-C3-C6. Artinya kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6. Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur, yakni 1,3-diarilpropan atau neoflavonoid. Senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis tergantung pada tingkat oksidasi dari rantai 
propane dari sistem 1,3-diarilpropana. Flavon, flavonol dan antosianidin adalah jenis yang banyak ditemukan dialam sehingga sering disebut sebagai flavonoida utama. Banyaknya senyawa flavonoid ini disebabkan oleh berbagai tingkat hidroksilasi, alkoksilasi atau glikosilasi dari struktur tersebut. Penggolongan flavonoid berdasarkan penambahan rantai oksigen dan perbedaan distribusi dari gugus hidroksil (Mabry,et al,1970, dalam Sjahid,2008).

2. Saponin
Saponin adalah glikosida yang setelah dihidrolisis akan menghasilkan gula (glikon) dan sapogenin (aglikon). Sapogenin merupakan derivat non gula dari sistem polisiklik. Selain itu saponin juga merupakan kelompok glikosidatriterpenoid dan sterol yang telah terdeteksi lebih dari 90 famili tumbuhan dan banyak ditemukan dalam tumbuhan tingkat tinggi. Saponin terdiri dari dua kelompok, yaitu steroid dan triterpenoid (Simanullang, 2013).
Saponin adalah zat aktif permukaan yang kuat dapat menimbulkan busa jika dikocok dalam air. zattersebut disebut saponin karena sifatnya yang khas menyerupai sabun. Saponin merupakan suatu glikosida yang mungkin ada 
pada berbagai macam tanaman. Saponin memiliki kegunaan dalam pengobatan, terutama karena sifatnya yang mempengaruhi absorpsi zat aktif secara farmakologi. Beberapa jenis saponin bekerja sebagai antimikroba. Dikenal juga jenis saponin yaitu glikosida triperpenoid dan saponin steroid (James, 2012).

3. Alkaloid
Senyawa alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang 
paling banyak ditemukan di alam. Hampir seluruh senyawa alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Alkaloid secara umum diketahui berdasarkan struktur skeleton karbonnya. Alkaloid diketahui memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri gram positif, bakteri gram negatif, bakteri tahan asam, dan jamur 
(Patra, 2012).

Alkaloid merupakan golongan zat aktif tumbuhan sekunder yang terbesar yang ditemukan di alam. Zat aktif Alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan yang tersebar luas dalam berbagai macam tumbuhan. Hampir semua alkaloid yang ditemukan mempunyai keaktifan biologis tertentu, ada yang beracun tetapi ada juga yang berguna untuk pengobatan. Misalnya kuinin, morfin dan stiknin ialah alkaloid yang mempunyai efek psikologis. Pada umumnya alkaloid dapat ditemukan dalam kadar yang sangat kecil dan harus dipisahkan dari zat aktif yang sulit yang berasal dari tumbuhan (Lenny, 2006).


Mau cari tahu hubungan antara tanaman Dieffenbachia dengan bakteri S. aureus?, mari kita berusaha menemukan taman Eden yang telah lama terhilang. 

Hubungan Antara tanaman hias Dieffenbachia bowmanii dengan bakteri Staphylococcus aureus

Senyawa metabolit yang terdapat di dalam daun tanaman daun bahagia (Dieffenbachia bowmanii) antara lain alkaloid, saponin, fenol, flavonoid. Beberapa senyawa yang terkandung dalam daun bahagia diketahui mempunyai kemampuan sebagai antibakteri. Senyawa saponin dapat bekerja sebagai bakteriostatik dengan cara merusak membran sitoplasma (Robinson 2005 dalam Aulia, 2008). Senyawa flavonoid dapat menghambat sintesis asam nukleat, menghambat fungsi membran sitoplasma dan menghambat metabolisme energi sel (Cushine and Lamb, 2005 dalam Yuhana, 2011).

Menurut hasil penelitian (Oktavia, 2015) menunjukkan bahwa perasan daun seledri (Apium graveolens L.) juga mengandung senyawa flavonoid, saponin dan tanin yang dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus, sedangkan sampai saat ini belum diteliti bagaimana pengaruh perasan daun bahagia (Dieffenbachia bowmanii) terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus yang dapat mengakibatkan infeksi pada luka, menurut penelitian bahwa perasan daun bahagia berpengaruh terhadap menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. 

Staphylococcus aureus terdapat di udara, debu, limbah, air susu, pangan, peralatan makan, lingkungan, manusia, dan hewan. Bakteri ini tumbuih dengan baik dalam pangan yang mengandung protein tinggi, gula tinggi dan garam. 

Manusia dan hewan adalah tempat pertumbuhan yang utama. Staphylococcus aureus ada dalam saluran hidung dan kerongkongan serta pada kulit dan rambut pada 50% atau lebih individu yang sehat sebagai floral normal. Resiko lebih tinggi terjadi pada mereka yang sering berhubungan dengan individu yang sakit atau kontak dengan lingkungan rumah sakit (SNI 7388: 2009).

Sumber utama infeksi Staphylococcus aureus adalah lesi terbuka, barang￾barang yang terkontaminasi lesi tersebut, serta saluran nafas dan kulit manusia. Infeksi lokal Staphylococcus aureus tampak sebagai jerawat atau abses. Biasanya terjadi reaksi radang yang berlangsung hebat, terlokalisasi, dan nyeri yang membentuk supurasi sentral. Infeksi Staphylococcus aureus juga dapat terjadi akibat kontaminasi langsung pada luka. Jika Staphylococcus aureus menyebar luas dan terjadi bakteremia, dapat terjdi endokarditis, osteomielitis hematogen akut, meningitis, atau infeksi paru. (Jawetz , dkk, 2008).

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menaggulangi kasus patogenesis dari bakteri Staphylococcus aureus salah satunya pemberian antibiotik, namun pemberian antibiotik yang terlalu berlebih justru akan meningkatkan kekebalan dari bakteri tersebut, oleh karena itu banyak peneliti menggunakan berbagai organisme baik dari hewan maupun tumbuhan untuk penyembuhan berbagai macam penyakit dalam pengobatan secara tradisional. Pemanfaatan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia akhir-akhir ini meningkat. Penggunaan obat tradisional dinilai memiliki efek samping yang lebih kecil dibandingkan dengan obat yang berasal dari bahan kimia, disamping itu harganya juga lebih terjangkau. Keuntungan lain penggunaan obat tradisional adalah bahan bakunya mudah diperoleh dan harganya yang relatif murah (Putri, 2010).

Bahan bersifat antibakteri yang bisa diperoleh dari alam. Salah satunya adalah tanaman hias daun bahagia. Nama ilmiahnya adalah Dieffenbachia bowmanii, Tanaman yang satu ini paling banyak dibudidayakan sebagai bunga hias dipekarangan maupun dalam rumah. Beberapa orang menganggapnya sebagai tanaman berkelas karena ciri daun berkilau dan berwarna warni. Walaupun sangat dianjurkan untuk tidak mengkonsumsinya, karena mengandung racun berbahaya, tetapi ada beberapa manfaat daun bahagia yang bisa dirasakan untuk kesehatan. 

Daun bahagia dapat meningkatkan iklim dalam ruangan, dan mampu mengurangi jumlah bakteri di dalam ruangan, mampu menonaktifkan bakteri S. aureus dan beberapa mikroorganisme lainnya (Jamuin, 2017).

Hubungan kandungan kimia Daun bahagia tethadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.

Daun bahagia memiliki beberapa zat antibakteri diantaranya adalah plavonoid, saponin dan alkaloid. Flavonoid merupakan senyawa polar yang umumnya mudah larut dalam pelarut polar seperti etanol, methanol, butanol, aseton, dan lain-lan. Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol, senyawa fenol mempunyai sifat efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri, dan jamur (Nurachman, 2002). Fenol merupakan suatu alkohol yang bersifat asam sehingga disebut juga asam karbolat. Fenol memiliki kemampuan untuk mendenaturasi protein dan karena flavonoid bersifat lipofilik, dia mampu merusak membran sel, menghambat sintesis protein, dan asam nukleat, serta menghambat sintesis dinding sel.

Sedangkan Saponin menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba dengan cara berinteraksi dengan membran sterol. Efek utama saponin terhadap bakteri adalah pelepasan protein dan enzim dari dalam sel-sel (Kaswan,2013).

Menurut Samsumaharto dan Sari (2011) Saponin dapat bekerja sebagai antibakteri dengan cara merusak membran sitoplasma dan membunuh sel. Saponin dapat menyebabkan denaturasi protein sehingga membrane sel akan rusak dan lisis (Siswandono dan Soekarjo, 1995). 

Antosianin sendiri merupakan sub-tipe senyawa organik dari keluarga flavonoid, dan merupakan salah satu golongan pilifenol (Karnjanawipagul dkk, 2010). Menurut Wrolstad (2001), antosianin selain sebagai antioksidan yang baik juga dapat berperan sebagai antiviral dan anti mikroba. 

Kamperol merupakan flavonoid golongan flavon yang memiliki potensi sebagai antioksidan dan antibakteri. 

Menurut Robinson (1995) flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara mengikat protein bakteri sehingga menghambat aktivitas enzim yang pada akhirnya mengganggu proses metabolisme bakteri.


Tinjauan Tentang Ekstrak dan Macam-macam Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati ataupun hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian pelarut diuapkan dan massa yang yang tersisad diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2000). Ekstrak mempunyai kelebihan yaitu hasilnya akurat, hasil ekstraksinya bisa bertahan selama ± 1-2 bulan, selain kelebihan ekstrak juga mempunyai kekurangan yaitu prosesnya lama, biayanya cukup mahal.

Ekstrak berdasarkan sifatnya menurut Depkes RI (1979) dapat dibagi enjadi 4 yaitu : (1) ekstrak encer, sediaan yang masih dapat dituang. (2) ekstrak kental, sediaan yang tidak dapat dituang dan memiliki kadar air 30%. (3) ekstrak kering, sediaan yang berbentuk serbuk, dibuat dari ekstrak tumbuhan yang diperoleh dari penguapan bahan pelarut. (4) ekstrak cair, mengandung simplisia nabati yang mengandung etanol sebagai bahan pengawet.

Pengeringan dan pembuatan serbuk halus daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni) 

Alat yang digunakan : Gunting, kain atau lap, ayakan kasa dan kantong plastik 

Bahan yang digunakan : Daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni) 

 Prosedur Kerja :

(1) Diambil daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni) yang masih segar dengan menggunakan pisau dari sebuah tanaman bahagia.. 

(2) Dikumpulkan daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni) tersebut sebanyak 3 kg.

(3) Dibersihkan daun dari kotoran residu yang menempel dengan air, lalu dilap dengan kain.

(4) Menimbang berat awal daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni )

(5) Memotong daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni) menggunakan gunting menjadi berukuran 4-5 cm2 dan disebarkan diatas glangsing secara merata.

(6) Mengeringkan daun bahagia di bawah sinar matahari selama ± 5 hari. Proses pengeringan ditandai dengan daunnya sudah bisa diremah, mudah dipatahkan, warnanya coklat tua dan mudah dihancurkan. Setelah ± 5 hari, daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni) ditimbang kembali. Lalu dicatat berat setelah pengeringan, sehingga didapatkan persentase kadar air dari daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni).

Persentase kadar air daun bahagia dihitung menggunakan rumus menurut Handayani (2016) : 

 % Kadar air daun rambutan = (W1 – W2) / W1 x 100% 

Keterangan : 

W1 = Berat daun bahagia sebelum pengeringan (gram)

W2 = berat daun bahagia setelah pengeringan (gram)

 % Kadar air daun bahagia = (W1 – W2) / W1 x 100% 

 = (3000 gram – 1400 gram) / 3000 gram x 100%

 = 53,33%

(7) Menghaluskan daun bahagia dengan menggunakan blender sampai halus, kemudian diayak sehingga didapatkan serbuk halus daun bahagia seperti kanji.

Ekstraksi daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni) dengan metode maserasi

Alat yang digunakan :Bejana atau wadah tertutup, batang pengaduk, vacuum rotary evaporatory, corong kaca, kertas saring. 

Bahan yang digunakan : Serbuk halus daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni), etanol 96% 

Prosedur Kerja : 

(1) Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

(2) Mencampurkan serbuk daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni) dengan pelarut etanol 96% ± 5 liter. Perendaman dilakukan selama 3 hari secara bertahap.

(3) Hari pertama merendam serbuk simplisia dengan 2400 ml etanol 96% selama 1x24 jam sesekali diaduk. Setelah 1x24 jam sampel yang diperoleh dalam bentuk filtrat dan supernatan. Memisahkan supernatan dan filtrat menggunakan corong kaca yang dilapisi kertas saring dan menyimpan hasil supernatan.

(4) Hari kedua melakukan perendaman filtrat kembali dengan 1300 ml etanol 96% selama 1x24 jam dan sesekali diaduk. Lalu memisahkan filtrat dan supernatan menggunakan corong kaca yang dilapisi kertas saring dan menyimpan hasil supernatan.

(5) Hari ketiga melakukan perendaman filtrat kembali dengan 1300 ml etanol 96% selama 1x24 jam dan sesekali diaduk. Lalu memisahkan filtrat dan supernatan menggunakan corong kaca yang dilapisi kertas saring. 

(6) Menyatukan hasil supernatan pertama dan supernatan kedua, dan ketiga kemudian menyaring kembali dengan corong kaca yang dilapisi kertas saring agar filtrat benar-benar terpisah.

(7) Menguapkan supernatan hasil maserasi menggunakan vacuum rotary evaporator dengan kecepatan 180 rpm pada suhu 500C.

Pembuatan konsentrasi larutan ekstrak daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni)

Alat yang digunakan : Pipet pasteur, pipet ukur, filler, gelas kimia, gelas ukur 

Bahan yang digunakan : Ekstrak kental daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni), aquadest 

Prosedur Kerja :

(1) Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan.

(2) Konsentrasi larutan ekstrak daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni) 0%. Memipet 30 ml aquadest tanpa diberi ekstrak daun bahagia (Diieffenbachia bowmanni).

(3) Konsentrasi larutan ekstrak daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni) 50%. Memipet 15 ml ekstrak daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni), lalu menambahkan aquadest sebanyak 15 ml, kemudian mengocoknya hingga homogen.

(4) Konsentrasi larutan ekstrak daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni) 100%. Memipet 30 ml ekstrak daun bahagia (Dieffenbachia bowmanni) tanpa pemberian aquadest. 


Metode Ekstraksi Ultrasonik

Optimasi ekstraksi  dapat dilakukan dengan metode ekstraksi ultrasonik. Metode ultrasonik menggunakan gelombang ultrasonik yaitu gelombang akustik dengan frekuensi lebih besar dari 16-20 kHz (Handayani, Sriherfyna, & Yunianta, 2016). 

Dibandingkan dengan ekstraksi termal atau ekstraksi konvensional, metode ekstraksi ini lebih aman, lebih singkat dan meningkatkan jumlah rendemen kasar. Ultrasonik juga dapat menurunkan suhu operasi pada ekstrak yang tidak tahan panas, sehingga cocok untuk diterapkan pada ekstraksi senyawa bioaktif tidak tahan panas (Handayani et al., 2016). 

Ektraksi menggunakan metode ekstraksi ultrasonik biasanya untuk membantu mempercepat ekstraksi, serta dilanjutkan dengan pemurnian menggunkan rotary vakum filter selama kurang lebih 1 jam. Seperti pada ektraksi daun tanaman tuba ini digunakan sebanyak 10 gram serbuk akar tuba kering dengan ukuran 70 mesh, semakin kecil ukuran serbuk maka akan mempermudah penyerapan pelarut etanol/metanol dalam ekstrak. 


Detoksifikasi pada Staphylococcus aureus

Bakteri S. aureus yang hidup bentuknya tampak masih bulat, tapi bila ia sudah tidak beracun lagi maka tampak seperti kembang bunga matahari di atas permukaan air. 


Bila pertumbuhan bakteri staphylococcus aureus dihambat dan tubuhnya dimatikan oleh suatu zat seperti flavonoid secara detoksifikasi, lalu ia dialirkan ke air (pengairan) tanaman maka akan memberi nutrisi lengkap bagi pertumbuhan tanaman, dengan asumsi bakteri S. aureus telah dimurnikan dengan larutan CaCl2. Warna tubuh S. aureus akan menghilang dan menjadi warna putih bening di atas permukaan air. 
Bakteri S. aureus spesies baru, baru saya temukan lagi menempel memparasit inangnya bagian batang/tunggul dieffenbachia mati, aureus belum sempat membesarkan karena masih pagi saat saya ambil dan pindahkan ke dalam wadah botol Yakult di jam 08:17 tanggal 26 Sept 2022.


Pergi ke Bumen hendak berkebun bunga dieffenbachia, Mari jadikan bumi seperti sorga agar hidup bahagia. 

Bersambung....Ke HUBUNGAN TANAMAN DIEFFENBACHIA DENGAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS 




Comments

Popular posts from this blog

GEJALA DAN TANDA PENYAKIT PADA TANAMAN

15 Jenis Tanaman Mengandung Fosfor Tinggi

CARA MEMBUAT POC (PUPUK ORGANIK CAIR) SEDERHANA BAHAN YAKULT, AIR KELAPA, TELUR, MICIN, DAN JUS TEB