TANAMAN MEMBUTUHKAN VITAMIN C
TANAMAN MEMBUTUHKAN VITAMIN C
Seorang peneliti Queensland mengatakan dengan memahami peranan vitamin C dalam proses budidaya buah bisa membantu petani mendapatkan tanaman yang lebih sehat. Tak hanya itu, bahkan bisa membantu petani saat menghadapi kekeringan.
Para peneliti di Queensland University of Technology mencoba mengidentifikasi bagaimana tanaman buah membuat dan mengatur tingkat vitamin C dalam sel-nya.
Profesor Roger Hellens, seroang ahli bioteknologi pertanian berharap penelitiannya ini nanti dapat membantu para petani untuk memahami bagaimana mengubah tanaman dengan kandungan vitamin C rendah menjadi lebih kaya vitamin C. Misalnya, pada pohon pisang.
Vitamin C sangat penting untuk tanaman. Ini membantu mereka disaat tanaman sedang dalam keadaan tertekan atau stres," kata Profesor Hellens baru-baru ini. "Jadi mengubah tingkat vitamin C dalam tanaman mungkin akan membuat mereka lebih tahan terhadap kekeringan, misalnya."
"Tapi benar-benar tujuan utama kami adalah berusaha untuk meningkatkan kadar vitamin C dalam buah yang kita makan."Profesor Hellens mengatakan penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami mengapa beberapa buah memiliki kadar tinggi vitamin C, sedang yang lainnya tidak.
"Buah Kiwi yang tinggi [vitamin C]. Tapi ada banyak buah-buahan lain, seperti tomat, apel dan pisang, yang kandungan vitamin C-nya cukup rendah, tetapi sangat populer dikonsumsi orang-orang sepanjang waktu," katanya.
"Jika kita percaya meningkatkan kadar vitamin C dalam makanan kita akan memiliki beberapa manfaat bagi kesehatan, bukankah akan baik jika kita juga meningkatkan kadar vitamin C di beberapa buah-buahan dan sayuran yang kita makan?" ujar Profesor Hellens.
Sementara itu para ilmuwan dari University of Exeter dan Shimane University di Jepang telah membuktikan untuk pertama kalinya bahwa vitamin C sangat penting untuk pertumbuhan tanaman. Penemuan ini dapat memiliki implikasi untuk pertanian dan untuk produksi suplemen makanan vitamin C.
Penelitian, yang sekarang dipublikasikan secara online di The Plant Journal, menjelaskan enzim yang baru diidentifikasi, GDP-L-galactose phosphorylase, yang menghasilkan vitamin C, atau askorbat, pada tanaman. Vitamin C sudah dikenal sebagai antioksidan, yang membantu tanaman mengatasi tekanan dari kekeringan hingga ozon dan radiasi UV, tetapi sampai sekarang tidak diketahui bahwa tanaman tidak dapat tumbuh tanpanya.
Profesor Nicholas Smirnoff dari University of Exeter, penulis utama makalah tersebut mengatakan: 'Vitamin C adalah antioksidan paling melimpah pada tanaman namun fungsinya kurang dipahami. Dengan menemukan bahwa enzim baru dikodekan oleh dua gen, kami dapat merekayasa tanaman yang tidak dapat tumbuh melampaui tahap pembibitan tanpa suplementasi vitamin C."
Penemuan ini juga mengidentifikasi enzim baru sebagai pemain kunci dalam mengendalikan akumulasi vitamin C sebagai respons terhadap cahaya. Vitamin C memberikan perlindungan terhadap efek samping berbahaya dari cahaya selama fotosintesis, proses di mana energi cahaya digunakan untuk mengubah karbon dioksida menjadi materi tanaman.
Profesor Nicholas Smirnoff melanjutkan: 'Penemuan ini menarik bagi saya karena merupakan puncak dari program penelitian jangka panjang tentang vitamin C pada tanaman di University of Exeter. Ini membuka peluang baru untuk memahami proses pertumbuhan mendasar pada tanaman dan untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap tekanan dalam iklim yang berubah. Dalam jangka panjang saya berharap ini akan berkontribusi pada upaya para ilmuwan tanaman untuk meningkatkan hasil panen secara berkelanjutan.'
Temuan ini juga dapat membuka jalan bagi pendekatan baru untuk memproduksi suplemen makanan vitamin C. Di Inggris, kami menghabiskan sekitar £20 juta untuk tablet vitamin C setiap tahun, menjadikannya suplemen makanan yang paling banyak digunakan. Vitamin C saat ini diproduksi oleh fermentasi campuran dan sintesis kimia. Enzim baru memberikan potensi untuk merekayasa mikroba untuk menghasilkan vitamin C dengan proses satu langkah yang lebih sederhana.
Penelitian ini didanai oleh Bio-Technical Resources, Exeter University School of Biosciences, Japan Society for the Promotion of Science and a Biotechnology and Biological Sciences Research Council (BBSRC) studentship.
Comments
Post a Comment